Sebuah
Film Drama Sejarah Perjuangan "Sang Kiai", tentang Tokoh besar agamis
"KH Hasyim Ashari" melawan Jepang dan Belanda. Film produksi Rapi Films
ini dibintangi Dimas Aditya, Royhan Hidayat, Ikranagara, Christine
Hakim, Agus Kuncoro ini akan rilis di Bioskop 30 Mei 2013 Indonesia.
Tahun 1942 Jepang melakukan ekspansi ke Indonesia. Di Jawa Timur, beberapa KH dari beberapa pesantren ditangkapi karena
melakukan perlawanan. KH Hasyim Asy'ari sebagai pimpinan Pondok
Pesantren Tebu Ireng ditangkap karena dianggap menentang Jepang.
Penangkapan ini membuat kericuhan di Tebu Ireng, dan menimbulkan reaksi
dari para putra beliau; KH Wahid Hasyim, Karim Hasyim dan Yusuf Hasyim
serta deretan para santri: Baidlowi (menantu beliau), Kang Solichin,
orang kepercayaan, serta tiga santri muda; Harun, Kamid dan Abdi.
Penangkapan itu membuat situasi pesantren kacau. Maisyaroh–lebih kerap
disebut Nyai Kapu–istri KH Hasyim Asy'ari, diungsikan ke daerah Denaran.
KH Wahid Hasyim bersama Wahab Hasbullah meminta agar KH Hasyim Asy'ari
dibebaskan. Kepala Kempetei yang menahan beliau, tidak bersedia
membebaskan. Bahkan KH Hasyim Asy'ari dipindah penjara hingga tiga kali.
Mulai dari penjara Jombang, Mojokerto hingga ke penjara Bubutan
Surabaya. KH Wahid Hasyim dan KH Wahab Hasbullah lalu meminta bantuan
Abdul Hamid Ono, orang Jepang, kenalan keluarga. Sementara proses
berlangsung, KH Wahid Hasyim dan KH Wahab Hasbullah mengadakan pertemuan
NU di Jakarta, dengan agenda membebaskan para Kiai. Dalam pertemuan
tersebut dicapai kesepakatan jalan damai.
Sepeninggal KH Hasyim
Asy'ari, sebagian santri memilih hengkang dari pesantren. Harun dan
Kamid yang membuntuti saat KH Hasyim Asy'ari ditangkap, mengalami nasib
tragis. Kamid ditembak mati, saat kepergok dengan patroli tentara
Jepang. Kematian Kamid dan penangkapan KH Hasyim Asy'ari memunculkan
kemarahan dalam diri Harun. Berbeda dengan Abdi yang memilih jalan damai
mengikuti langkah KH Wahid Hasyim, Harun memilih ikut para militan
dalam mencuri ransum tentara Jepang.
Jepang membebaskan para
Kiai, termasuk KH Hasyim Asy'ari. Mereka mempertimbangkan bahwa
membebaskan para Kiai agar bisa diajak kerjasama. Jepang bahkan
mendudukkan KH Hasyim Asy'ari sebagai ketua Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia). Karena tidak berkedudukan di Jakarta, KH Hasyim
Asy'ari melimpahkan wewenang pada KH Wahid Hasyim. Beliau memilih
menetap di Tebu Ireng.
Melalui Masyumi Jepang minta rakyat
melipatgandakan hasil bumi, bahkan melalui ceramah di masjid. Shumubu
(departemen agama) yang dipimpin Husein Djajadingrat dan petinggi
Shumubu, Wirohadjono melalui media "Suara Muslimin" meminta Masyumi agar
menyitir ayat-ayat dalam menggerakkan pengumpulan hasil bumi.
Ketegangan antara Masyumi dan Shumubu mulai.
Harun
mempertanyakan hal ini pada KH Hasyim Asy'ari. Ia merasa Masyumi
berpihak pada Jepang. KH Hasyim Asy'ari menjawab bahwa Masyumi hanya
berpihak pada pembesar-pembesar yang adil. Harun kecewa dan keluar dari
lingkup pesantren. Abdi yang mengetahui hal itu mencegah. Menurutnya,
Harun tidak dapat membaca rencana KH Hasyim Asy'ari. Tapi Harun
bersikukuh untuk pergi dari situ.
Jepang kemudian mengukuhkan
KH Hasyim Asy'ari sebagai ketua Shumubu sekaligus ketua Masyumi. KH
Hasyim Asy'ari menerima jabatan tersebut dengan pertimbangan untuk
berjuang lewat dalam. Beliau bisa menolak perintah para santri masuk
Heiho, malah terbentuk barisan Hizbullah.
Jepang mulai
mengalami kalah perang, tapi mengembalikan kedaulatan kepada Sekutu.
Utusan Presiden Soekarno menghadap KH Hasyim Asy'ari. Pesan Presiden
Soekarno itu soal hukumnya membela tanah air. Terjadilah Resolusi Jihad
di Surabaya. Para Santri bersiap untuk berjihad. Pada titik ini, Harun
mulai terbuka matanya. Peristiwa tewasnya Mallaby ini adalah awal perang
dahsyat 10 November 1945 yang melibatkan rakyat, berbagai barisan
pemuda serta laskar Hizbullah bentukan KH Hasyim Asy'ari yang terdiri
dari para santri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar